Category: | Movies |
Genre: | Drama |
Kisah tentang George, remaja penyendiri yang punya sifat fatalistik (pasrah, menganggap semua usaha itu sia-sia) sudah hampir menyelesaikan SMA tanpa rajin mengerjakan semua tugas sekolahnya, kenalan dengan Sally, gadis populer di sekolah tapi bermasalah yang ingin dekat dengan George.
Director: Gavin Wiesen
Writer: Gavin Wiesen
Stars: Freddie Highmore, Emma Roberts and Michael Angarano
Review Anne
Nonton film ini sebenarnya capek. Mungkin karena pace-nya lambat, atau memang sengaja dibuat demikian biar bisa mencerna apa yang terjadi pada George, remaja SMA yang galau setiap hari dan kesannya luntang lantung. Di awal film, yang ada bawaanku gemas. Sering berkomen, "Ini anak maunya apa sih?" lalu saat ikuti filmnya, aku jadi teringat bahwa sebenarnya George ini memang punya masalah yang rumit juga.
Aku pernah baca artikel di http://topnews.us/content/25884-teens-fatalistic-attitude-show-risky-behavior bahwa memang ada banyak ditemukan sikap fatalistik di remaja bermasalah.
Mulai dari yang sederhana (mirip ADD= Attention Deficit Disorder) yang suka melamun, tenggelam dalam pikiran penuh ilusi, malas (lebih tepatnya ga bisa konsen) bikin PR, sampai yang gawat adalah kalau udah pengen bunuh diri. Semua karena sikap fatalistik itu biasanya menganggap semua usaha yang dilakukan sia-sia. Terperangkap dalam ilusi, George tidak melihat pentingnya menikmati hidup, menyelesaikan sekolah, dan mencari tahu apa yang ia harus kerjakan.
Seperti si George yang penyendiri dan tukang galau ini, dia menganggap dunianya udah begitu menyedihkan, jadi ngapain susah-susah ngerjain tugas. Dia ngga melihat bikin PR itu ada gunanya, sementara bencana dimana-mana, die young, die alone. Padahal kita kan bisa mati kapan aja,ya? :-/
Padahal gurunya sudah banyak mengingatkan dan kasih kesempatan, ibunya sudah menyerah dan bingung untuk ubah cara pandang George. Tapi tak ada yang berhasil. George tetap jadi ABG yang ga merasa ada orang yang mengerti dirinya, ngga pantas berteman dengannya, bahkan untuk seorang Sally, gadis populer di sekolahnya yang cantik.
Ternyata Sally-lah yang bisa membuka pikirannya selama ini. Meski sama-sama dari keluarga broken home dengan masalah mereka masing-masing, Sally mau menjadi temannya selama ini. Dan meski akhirnya mereka saling jatuh cinta, George tidak berani bilang terus terang. Sampai akhirnya ia harus melihat kenyataan pahit, Sally pacaran dengan temannya sendiri.
3/4 film ini baru kuanggap menarik dan ngga lambat lagi. Di sini mulai digambarkan usaha George merebut Sally, dan merubah nasibnya sendiri supaya ngga dikeluarkan dari sekolah dan bisa membahagiakan ibunya.
"Strong connections with parents, families, and schools as well as positive media messages, are likely important factors in developing an optimistic outlook for young people."--kata Iris Borowsky, MD, PhD, of the University of Minnesota di artikel yang link-nya kutulis di atas.
Ternyata George membutuhkan pecutan yang cukup keras untuk mulai bergerak, terbuka pikirannya, dan semangat menentukan masa depan. Untunglah ia masih punya orang-orang yang sayang padanya.